Di dalam negeri, ada Setya Novanto yang sudah gempar sejak
awal kemunculan namanya masuk dalam daftar nama terima uang atau suap dari mega
proyek Kartu Tanda penduduk Elektronik. Kasus korupsi ini menjadi bahan
perbincangan paling hangat selama beberapa waktu belakangan ini. Meski dalam
kasusnya, Setya Novanto yang telah ditetapkan menjadi tersangka ini masih
menjalani pemeriksaan di Komisi pemberantasan Korupsi.
Sejatinya pemberantasan korupsi adalah tanggungjawab setiap
jiwa demi kemajuan negara. Jika anggaran negara tidak diolah dengan baik, maka
rakyatlah yang sengsara. Negara seharusnya memenuhi atau paling tidak mendengar
keluhan rakyat, apalagi yang telah membayar pajak setiap tahun, justru anggaran
dikorupsi.
Belum lagi korupsi di lapisan dibawahnya dan bawahnya lagi.
Mulai dari pungutan liar di urusan administrasi social, surat tilang polisi,
bahkan di sektor pendidikan, masih ditemukan korupsi yang masif dan sistematis.
Sungguh miris, dengan Indonesia yang memiliki lulusan kompeten dan institusi
pendidikan yang menjanjikan belum bisa menangani tindak korupsi yang setidaknya
dimulai dari hal-hal yang ditemukan di lingkungan sekitar.
Kemungkinan tidak dapat teratasinya pemberantasan korupsi
selain masih pasifnya kepedulian generasi kita, hal lain yang menjadi
penghambat adalah ruang gerak mereka yang dibatasi pemerintah atau oknum lain
yang menjadi pengancam. Bagaimana solusinya?
Diperlukan persatuan yang kuat antar generasi bangsa yang
berkompeten tersebut untuk mengurasi tindak korupsi hingga memberantasnya
hingga ke akar-akarnya. Diperlukan strategi yang kuat untuk mematahkan semua
ancaman tersebut dan membangkitkan keberanian dengan segala resiko yang
diterima. Selama hal buruk tidak terjadi, maka tidak akan terjadi. Jika
terjadi, hal tersebut yang terbaik.
Tentunya harapan rakyat adalah negaranya bersih dari segala bentuk
korupsi, meski hal tersebut dirasa sangat mustahil. Saya, Anda, Kamu, Mereka,
dan Kita mempunyai alassan tersendiri untuk tidak melaporkan bentuk korupsi
yang tepat terlihat di depan mata. Pertama karena telah acuh dan tidak mau tahu
“ah udah biarin aja” dan takut jika melaporkan ke pihak berwajib yang juga
tidak terhindar dari tindak korupsi.
Jadi kita harus melapor kemana? Apakah Indonesia masih ada
yang dapat dipercaya demi kebaikan negaranya? Jawabannya tentu banyak. Namun
sekian banyak itu terbungkam dengan alasan yang mereka sendiri belum bisa
menghindarinya. Jadi aakah masalah ini tidak berakar?
Setiap permasalahan pasti ada jalan keluarnya, meski sangat
sulit membangun benteng itu. Namun dengan tertangkapnya Setya Novanto
setidaknya memberikan nafas lega dengan lolosnya Setya yang akrab disapa “papa”
di media social itu. Diketahui papa mudah lolos jera hokum. Namun kini dengan
drama yang dibuat dan dukungan dari masyarakat baik langsung ataupun melalui
media social membuat papa tidak berdaya lagi. Semoga tidak lolos lagi ya papa…
Sebagai mahasiswa
tentunya kita mempunyai andil
besar untuk membereskan korupsi, penyakit kronis negeri ini. Dimulai dari
hal-hal kecil dari diri sendiri dan ikut berkontribusi meminimalisasi tindak
korupsi ini. Melalui tulisan misalnya, kia dapat menulis perilaku korupsi yang
kita rasakan bersama dan mencari pemecahan masalah atau solusinya. Jika negara
bersih karena sinkronisasi yang baik antar pembuat keputusan dan agent of change, maka bukan tidak
mungkin korupsi akan lenyap dengan sendirinya.
Devi Veviani (41182037150051)
Jurnalistik 2015
Komentar
Posting Komentar