Narasumber : Nur Aisah |
Perkembangan pendidikan wanita Indonesia saat ini, tidak terlepas dari perjuangan Raden Ajeng Kartini, tokoh pahlawan wanita Indonesia yang mempunyai daya intelektual tinggi di masanya. Beliau mengangkat derajat kaum wanita Indonesia saat itu agar wajib bersekolah, waib berilmu, dan wajib mengikuti pendidikan untuk kemajuan dirinya. Sama halnya dengan pendapat narasumber kami, bahwa Raden Ajeng Kartini adalah sosok yang tak terlepas dari bagaimana jasa beliau ketika itu untuk menyamakan derajat dan hak-hak perempuan dengan laki-laki, terutama di bidang pendidikan.
Nur Aisah yang bercita-cita sebagai
Jurnalis.
B
|
agi Nur Aisah, remaja
kelahiran Bekasi, Jawa Barat 1 Maret 1997 ini, sosok Ibu Kartini dinilai penuh
perjuangan. Karena beliau ingin derajat kaum perempuan disamaratakan dengan
laki-laki. Perempuan juga harus maju, tidak hanya sebatas di dapur saja.
“Yang
saya ketahui tentang sosok Ibu Kartini adalah perjuangannya dalam menyamaratakan
derajat kaum laki-laki dengan perempuan. Bahwa kaum wanita pun harus maju
seperti kaum laki-laki pada umumnya,” tegas Aisah.
Terlihat
gaya bicaranya yang penuh guyonan ini, Aisah mulai mengenal sejarah Ibu Kartini
sejak memulai pendidikannya di bangku TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an). “Awalnya
saya mengetahui cerita tentang Ibu Kartini ketika saya masih di TPA. Saya
diberitahu perjuangannya di masa lampau. Sejak saat itu saya mengenalnya
sebagai pahlawan wanita Indonesia. Diceritakan bahwa beliau lah yang menulis
buku “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Yang
pada saat itu saya belum mengetahui apa artinya. Ingat saya, maksud dari buku
itu adalah usai mati lampu, terang,” kenang Aisah alumni dari SMAN 50 Jakarta.
Sejarahnya yang memperjuangkan hak-hak wanita, membuat
Raden Ajeng Kartini dijuluki sebagai pahlawan. Di Indonesia saat ini, tentu ada
tokoh wanita yang menggambarkan sosok Ibu Kartini. “Menurut saya, Ibu Tri Rismaharini
yang menjabat sebagai wali kota adalah salah satu pencerminan Ibu Kartini di Indonesia.
Sifatnya yang tegas dan memperjuangkan hak-hak semua orang dalam memimpin kota
Surabaya, Jawa Timur.” ungkap Aisah mahasiswi Universitas 45 Bekasi yang
bercita-cita menjadi Jurnalis.
Selain itu, peninggalan sejarah dari Ibu Kartini dapat
dijumpai di negara kita ini, negara Indonesia. “Saya dapat menemui bagaimana
perjuangan Ibu Kartini di masa pergerakan nasional dulu, salah satunya di
Museum Kartini yang terletak di Jepara, Jawa Tengah,” tutur perempuan yang
pernah meraih perunggu di kejuaraan Taekwondo se-klub DKI Jakarta saat duduk di
bangku Sekolah Menengah Pertama.
Pengamalan
nilai-nilai perjuangan Raden Ajeng Kartini dalam perannya membangkitkan
pendidikan wanita Indonesia kala itu, tampaknya belum banyak diterapkan oleh
wanita Indonesia saat ini. Belum semuanya mengerti arti dari emansipasi wanita
itu sesungguhnya. “Baru sebagian perempuan Indonesia yang sudah tahu bagaimana
mengamalkan karakter Raden Ajeng Kartini dalam bidang pendidikan maupun
pekerjaan. Perempuan itu harus sekolah. Mendapatkan pendidikan tinggi. Supaya
kelak mendapat pekerjaan yang layak. Tidak merepotkan orang tua lagi. Uang
dapat diraih sendiri dengan hasil bekerja. Ketika kita sudah berumah tangga,
kita tidak perlu merepotkan suami untuk menuntut itu, menuntut ini, dan untuk
dibelikan sesuatu. Kita bisa meraih apa yang kita mau dengan hasil kerja keras
kita sendiri. Oleh karena itu, saya ingin menjadi wanita karier. Dengan begitu,
Kita tetap mendapat hak kita sebagai istri, dan tetap dapat memenuhi kebutuhan
yang kita inginkan. Wanita harus tetap semangat dalam mencari ilmu guna
memajukan dirinya sendiri dan orang-orang yang dicintainya,” cetus anak ketiga
dari bapak Rapini yang menjadi orang terdekatnya baginya saat ini.
Komentar
Posting Komentar